Adapun golongan
lain menganggap bahwasannya manusia “tidak butuh” harta. Mereka merasa
dicukupkan atas aktifitasnya dalam cakupan ibadah mahdlalh saja, karena harta
bagi mereka merupakan syaithan yang harus dihindari secara total dalam
kehidupan dunia. Sehingga,….tidak jarang kehidupan mereka sangat tergantung
pada orang lain. Hidup di atas sedekah pemberian orang lain. Mereka merasa
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk diluangkan mencari nafkah bagi istri,
anak-anak, dan keluarganya.
Dua golongan di
atas adalah dua golongan yang salah dalam pandangan Islam. Lalu bagaimana
sebenarnya Islam memandang tentang masalah harta ? Apakah harta akan didudukkan
menjadi salah satu orientasi hidup atau dakwah ? atau………….harta dijadikan
seperti singa ganas yang siap menerkam mangsa sehingga wajib bagi setiap orang
untuk menghindarinya, bahkan membunuhnya ?? Sebaik-baik perkara adalah yang
pertengahan (wasath). Mudah diucapkan, namun bagaimana implementasinya ??
Al-Qur’an telah memberi gambaran kepada kita bagaimana sikap pertengahan yang
dimaksud.
Seluruh Alam adalah Milik Allah yang Diciptakan untuk Manusia
Al-Qur’an telah
menjelaskan bahwasannya seluruh alam beserta isinya ini adalah milik Allah
ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
أَلا
إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَلا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
”Ingatlah,
sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah,
sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui(nya).” [QS. Yunus : 55].
أَلا
إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَمَا يَتَّبِعُ
الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ شُرَكَاءَ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا
الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya
kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang
menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan).
Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka-prasangka belaka, dan mereka hanyalah
menduga-duga” [QS. Yunus : 66].
Dan Allah ta’ala
menciptakan semuanya itu untuk kepentingan manusia, sebagaimana firman-Nya :
هُوَ
الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا
”Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu….” [QS. Al-Baqarah :
29].
Dan semua
apa-apa yang diciptakan Allah ta’ala di alam ini untuk manusia merupakan rahmat
dari-Nya yang diberikan kepada segenap umat manusia, sebagaimana firman-Nya :
وَسَخَّرَ
لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ
لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan Dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” [QS.
Al-Jaatsiyyah : 13].
Oleh karena
penciptaan alam semesta dan seisinya ini sebagai rahmat yang Allah ta’ala
diberikan kepada manusia, jangan sampai manusia menggunakannya dalam
jalan-jalan kebathilan. Hal ini adalah sebagaimana firman-Nya :
وَلا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
”Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [QS. Al-Baqarah : 188].
Status Harta Bagi Manusia
Di atas telah
dijelaskan bahwasannya semua yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan
Allah ta’ala. Termasuk dalam hal ini adalah harta benda. Pada hakikatnya,
manusia dikaruniai oleh Allah ta’ala harta benda adalah sebagai titipan dan
amanah yang harus dipergunakan sebagaimana mestinya. Hal ini dijelaskan dalam
firman-Nya :
آمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
”Berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah
telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu
dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar” [QS.
Al-Hadid : 7].
Harta merupakan
perhiasan dunia yang Allah ta’ala jadikan sebagai salah satu ujian
keimanan/cobaan bagi manusia, sebagaimana firman-Nya :
الْمَالُ
وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ
عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
”Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan” [QS. Al-Kahfi : 46].
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ
”Dan ketahuilah,
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar” [QS. Al-Anfaal : 28].
Harta bukanlah
tujuan, namun tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana dan bekal untuk
beribadah kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala telah berfirman dalam salah satu
ayatnya :
انْفِرُوا
خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Berangkatlah
kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah
dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui” [QS. At-Taubah : 41].
Selain QS.
At-Taubah : 41 di atas, masih banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menempatkan
harta sebagai salah satu wasilah dalam ibadah. Allah ta’ala memerintahkan
shadaqah, infak, dan zakat; yang kesemuanya itu dengan menggunakan harta. Allah
ta’ala telah mewajibkan haji bagi yang mampu. Itu pun juga menggunakan harta.
Untuk mewujudkankannya, Allah ta’ala telah mewajibkan manusia untuk mencari
nafkah yang berupa harta yang halal; yang dengan harta itu ia juga bisa
menunaikan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak istri, anak, dan keluarganya.
Allah ta’ala telah berfirman :
وَمِنْ
رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ
وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
”Dan karena
rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada
malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian karunia-Nya (pada siang hari) dan
agar kamu bersyukur kepada Allah” [QS. Al-Qashshash : 73].
اعْمَلُوا
آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
”Bekerjalah hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih” [QS. Sabaa’ : 13].
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ
رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
”Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan” [QS. Al-Mulk : 15].
Tentunya, semua
perbuatan ma’ruf dan ibadah yang dilakukan oleh manusia hanya diharapkan untuk
keridlaan Allah dan balasan kelak di negeri akhirat berupa kenikmatan Jannah
(surga).
Nikmat harta
adalah nikmat yang harus disyukuri sebagaimana firman-Nya ta’ala :
قُلْ
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
”Katakanlah :
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam” [QS. Al-An’aam : 162].
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ
”Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [QS. Ibrahim : 7].
Allah Telah Mengingatkan Manusia Agar Tidak Tamak terhadap
Dunia dan Harta
Allah ta’ala
telah menciptakan manusia dalam tabiat cinta terhadap harta. Akan tetapi, Allah
ta’ala mencela pada orang yang berlebihan mencintai harta hingga menyebabkan
dirinya menjadi seorang yang bakhil, sombong, dan lupa terhadap Allah. Allah
ta’ala telah berfirman mengenai hal tersebut :
وَتُحِبُّونَ
الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
”Dan kamu
mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” [QS. Al-Fajr : 20].
إِنَّ
الإنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ * وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ * وَإِنَّهُ
لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
”Dan
sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya.
Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. Dan
sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta” [QS. Al-‘Aadiyaat
: 6-8].
كَلا
إِنَّ الإنْسَانَ لَيَطْغَى * أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
”Ketahuilah !
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena melihat dirinya serba
cukup” [QS. Al-‘Alaq : 6-7].
وَلَوْ
بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ
بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
”Dan jikalau
Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui
batas di muka bumi. Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan
ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha
Melihat” [QS. Asy-Syuura : 27].
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
”Hai orang-orang
yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi” [QS. Al-Munaafiquun : 9].
Cinta yang
berlebihan terhadap harta menyebabkan dia lupa mati sampai dirinya dibungkus
kain kafan dan dimasukkan ke liang lahad. Allah ta’ala telah berfirman :
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ * حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ * كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * ثُمَّ
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ * لَتَرَوُنَّ
الْجَحِيمَ * ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ * ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ
يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
”Bermegah-megahan
telah melalikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang
yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul-yaqiin. Kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu)” [QS. At-Takaatsur : 1-8].
وَيْلٌ
لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ * الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ * يَحْسَبُ أَنَّ
مَالَهُ أَخْلَدَهُ
”Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya” [QS.
Al-Humazah : 1-3].
Mengapa Kita Menjadi Orang yang Miskin Harta ?
Bagi orang-orang
yang muslim, cobaan atas sempitnya rizki dan kekurangan harta dapat disebabkan
oleh :
1.
Hukuman/balasan atas perbuatan dosa dan maksiat yang ia kerjakan.
Allah ta’ala
telah berfirman :
وَمَا
أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
”Dan apa saja
musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” [QS. Asy-Syuura :
30].
أَوَلَمَّا
أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ
هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Dan mengapa
ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud) padahal telah menimpakan
kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada Perang Badar) kamu berkata
: “Dari mana datangnya kekalahan ini?”. Katakanlah : “Itu dari (kesalahan)
dirimu sendiri” [QS. Aali Imran : 165].
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ
تُرْجَعُونَ
”Barangsiapa
yang mengerjakan amal yang shalih maka itu untuk dirinya sendiri, dan
barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri,
kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan” [QS. Al-Jaatsiyyah : 15].
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلامٍ
لِلْعَبِيدِ
”Barangsiapa
yang mengerjakan amal yang shalih maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri. Dan
sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya” [QS. Fushshilat : 46].
2. Sebagai
ujian dan cobaan atas keimanannya.
الم
* أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا
يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ
اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
”Alif Laam Miim.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka diniarkan (saja) mengatakan : “Kami
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”
[QS. Al-Ankabuut : 1-3].
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
”Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar” [QS. Al-Baqarah : 155].
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ
”Dan ketahuilah,
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar” [QS. Al-Anfaal : 28].
KESIMPULAN
Sebenarnya masih
banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang harta, kekayaan, kemanisan
dunia, usaha, dan berbagai urusan muamalat lain di dalam Al-Qur’an. Namun
setidaknya, dengan memperhatikan beberapa ayat yang telah disebutkan di atas
kita dapat melihat posisi harta, kekayaan, dan segala kenikmatan dunia ini
secara komprehensif dengan cara pandang yang shahih (benar) yaitu :
1. Semua dunia
dan seisinya ini adalah milik Allah ta’ala yang Allah ciptakan untuk
kepentingan manusia. Termasuk dalam hal ini adalah harta dan kekayaan.
2. Harta dan
kekayaan merupakan salah satu wasilah/perantara dan pendukung untuk ibadah kita
kepada Allah ta’ala. Karena ibadah kepada Allah merupakan tujuan diciptakannya
jin dan manusia, sebagaimana firman-Nya :
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
”Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” [QS.
Adz-Dzaariyyaat : 56].
3. Manusia
diciptakan dalam tabiat cinta kepada harta. Kecintaan terhadap harta dan
kekayaan banyak membuat manusia ingkar kepada Allah ta’ala dan berbuat maksiat
kepada-Nya, kecuali bagi mereka yang diberi petunjuk oleh Allah ta’ala.
4. Allah ta’ala
telah banyak mencela dalam beberapa ayat-Nya tentang ketamakan manusia terhadap
harta dan kekayaan.
5. Harta dan
kekayaan merupakan salah satu ujian yang diberikan Allah ta’ala kepada manusia
di dunia.
6. Allah ta’ala
telah memerintahkan manusia untuk bekerja mencari harta secara tidak
berlebih-lebihan, serta menggunakan harta sesuai dengan haknya. Wajib bagi
manusia mencari harta yang halal dari usaha yang halal untuk mencari keridlaan
Allah ta’ala dengan penuh kesungguhan, sebagaimana firman-Nya :
قُلْ
يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
Katakanlah :
“Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kesanggupanmu, sesungguhnya aku pun berbuat
(pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan
memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang yang dhalim itu
tidak akan mendapat keberuntungan” [QS. Al-An’aam : 135].
7. Manusia
berkewajiban bersyukur kepada Allah ta’ala terhadap segala nikmat yang telah
Allah ta’ala berikan, termasuk dalam hal ini adalah nikmat harta dan lapangnya
rizki.
8. Manusia tidak
diberikan beban melainkan apa yang dia sanggupi saja. Ia tidak boleh takalluf
(terlalu membebani diri) dalam mencari harta sehingga berbuat yang haram dan
melalaikan hak-hak Allah ta’ala. Allah ta’ala telah berfirman :
وَلا
نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ
لا يُظْلَمُونَ
“Kami tiada
membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada
suatu Kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya” [QS.
Al-Mukminuun : 62].
قُلْ
أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ
حَرَامًا وَحَلالا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ
Katakanlah :
“Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu
jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal?”. Katakanlah : “Apakah Allah
telah memberikan ijin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja
terhadap Allah?” [QS. Yunus : 59].
9. Allah ta’ala
tidak membebani manusia harus menjadi seorang yang kaya harta. Allah ta’ala
hanya membebani manusia agar berusaha sesuai dengan kemampuan. Dan hasil itu
adalah di tangan Allah. Allah ta’ala telah melapangkan dan menyempitkan rizki
seorang sesuai dengan kehendak-Nya. Dan itu merupakan taqdir kauni, sebagaimana
firman-Nya :
أَوَلَمْ
يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
”Dan tidakkah
mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rizki dan menyempitkannya bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya ? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman” [QS. Az-Zumar : 52].
10. Kedudukan
harta dan kekayaan tidak boleh sejajar atau bahkan lebih tinggi dengan
kedudukan iman dan ibadah kepada Allah. Hal itu sebagaimana yang disiratkan
Allah ta’ala dalam ayat-Nya :
الْمَالُ
وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ
عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
”Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan” [QS. Al-Kahfi : 46].
11. Hidup di
dunia bukanlah hidup mencari harta. Hidup bukan pula untuk berfoya-foya dan
bersenang-senang semata. Namun hidup adalah untuk beribadah kepada Allah dengan
sebaik-baiknya.
12. Terkait
dengan nomor 11, dakwah yang kita lakukan pun tidak diorientasikan kepada
dakwah mencari harta dan kekayaan. Namun dioreintasikan kepada dakwah memurnikan
ibadah hanya kepada Allah semata. Atau dengan kata lain, orientasi dakwah kita
adalah menjadikan dakwah Tauhid sebagai fokus paling utama dan yang paling
pertama. Itulah misi utama dakwah para Nabi dan Rasul, sebagaimana firman-Nya
ta’ala :
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ
”Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) :
“Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut” [QS. An-Nahl : 36].
13. Allah ta’ala
tidak mengancam manusia dengan siksa neraka karena miskin dan tidak punya
harta. Allah hanya mengancam manusia akibat maksiat dan keingkaran yang mereka
lakukan. Adapun kaya atau miskin lagi tidak punya harta merupakan salah satu
dari banyak nikmat atau cobaan yang Allah berikan kepada manusia.
Dan
terakhir,………. saya ajak ikhwah semua merenungi dua ayat berikut :
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ
السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
”Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya” [QS. Al-A’raaf : 96].
وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ
كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
”Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,
dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” [QS. An-Nuur :
55].
Dua ayat di atas
menjelaskan janji Allah akan kehidupan yang lebih baik di dunia, yaitu
melimpahnya barakah dari langit dan bumi, menjadikan kaum muslimin berkuasa di
muka bumi, serta menghilangkan ketakutan dan menjadikannya rasa aman. Semua itu
akan terpenuhi dengan syarat beriman kepada Allah dengan
sebenar-benarnya, melaksanakan semua perintah, dan menjauhi semua larangan-Nya.
Itulah syaratnya.
Sehingga,….
perbaikan umat harus dimulai dari yang paling dasar, yaitu perbaikan mengenai
masalah Tauhid dan menjauhkan mereka dari syirik. Selain itu, menjelaskan pada
umat tentang kewajiban yang dibebankan kepada mereka dari syari’at Islam secara
bertahap. Karena banyak saat ini umat Islam yang jahil terhadap agamanya
sendiri, tidak menjalankan apa-apa yang dibebankan kepada mereka, dan mereka
malah mengerjakan apa-apa yang dilarang atas mereka. Itulah yang menjadi tugas
setiap muslimin yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikannya. Yaitu
menyampaikan aqidah Tauhid secara murni, melarang perbuatan syirik, menyampaikan
Sunnah, dan melarang maksiat serta bid’ah.
Adapun bila
setelah itu Allah ta’ala memberikan kenikmatan kepada kita berupa beberapa
kenikmatan dunia, itu semua merupakan kemurahan, karunia, dan rahmat Allah yang
diberikan kepada makhluk-Nya di dunia. Namun, kita hendaknya tidak mengejar itu
semata (yaitu kenikmatan dunia). Hanyalah keridlaan Allah dan balasan-Nya yang
besar di akhirat kelak lah yang kita harapkan secara hakiki.
Wallaahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar